TIFUS, SEPINTAS KILAS
Menurut penelitian di Bagian Anak FKUI tentang bayi yang kejang waktu baru lahir, 80 persen penyebabnya adalah tifus. Penyakit ini juga ikut menyumbang angka kematian bayi yang sangat tinggi di Indonesia dimana 90 persennya akibat penyakit infeksi.
Penyakit tifus umumnya berawal dari konsumsi makanan ataupun minuman yang tercemar oleh bakteri Salmonella typhi dan Salmonella typhimurium. Keduanya biasa terdapat pada makanan dan minuman yang kurang higienis ataupun dari sumber air yang tidak memenuhi syarat untuk dikonsumsi. Dengan kata lain, bibit penyakit masuk ke dalam tubuh melalui mulut, lalu menyerang tubuh, terutama saluran cerna.
Proses perkembangbiakan bakteri ini cepat, yaitu 24-72 jam setelah masuk ke dalam tubuh. Meski belum menimbulkan gejala, bakteri telah mencapai organ-organ hati, kandung empedu, limpa, sumsum tulang, dan ginjal. Rentang waktu antara masuknya kuman sampai timbulnya gejala penyakit sekitar 7 hari. Gejalanya sendiri baru muncul setelah 3 sampai 60 hari. Pada masa-masa itulah kuman akan menyebar dan berkembang biak. Organ tubuh lalu merangsang sel darah putih mengeluarkan zat interleukin. Zat inilah yang akan merangsang terjadinya gejala demam. Kuman yang masuk ke hati akan masuk kembali dalam peredaran darah dan menyebar ke organ tubuh lainnya.
Gejala yang mungkin timbul adalah mual, muntah, demam tinggi berfluktuasi atau naik-turun, nyeri kepala hebat, dan nyeri perut yang diawali sembelit, kadang diikuti diare bercampur darah. Pengobatan umumnya dilakukan bila pemeriksaan laboratorium memberikan hasil positif. Pemeriksaan laboratorium ini juga diperlukan untuk menentukan jenis antibiotik yang paling tepat.
Namun tidak seluruh bakteri Salmonella typhi dapat menyebabkan demam tifoid. Saat kuman masuk, tubuh berupaya memberantas kuman dengan berbagai cara. Misalnya, asam lambung berupaya menghancurkan bakteri dan gerakan lambung berupaya mengeluarkan bakteri. "Jika berhasil, orang tersebut akan terhindar dari demam tifoid,
Penderita tifus dari kalangan anak, 60 persennya adalah anak perempuan. Penyakit tifus mudah kambuh meski sudah sembuh, bahkan menular karena bakteri penyebabnya betah nongkrong bertahun-tahun di usus penderita.
Di Indonesia, penyakit tifus atau demam tifoid yang dulu sering disebut tifus abdominalis, tergolong penyakit endemis (selalu ada sepanjang tahun). Angka kejadiannya pun termasuk paling tinggi di dunia, antara 358-810 per 100 ribu penduduk setiap tahunnya; sedangkan angka kematiannya berkisar 1-5 persen dari jumlah penderita. Demikian papar Narain H. Punjabi, MD,
Penyakit ini juga bisa menyerang siapa saja; dari bayi, balita, anak usia sekolah, remaja, sampai dewasa. "Tapi pada bayi, umumnya jarang, karena bayi mendapat perlindungan dari ASI berupa zat kekebalan sIgA atau Imunoglobulin A sekretori," tutur peneliti di US-NAMRU2 Litbangkes RI ini. Mayoritas atau sekitar 80-90 persen penderita adalah anak-anak usia 2-19 tahun. Soalnya, anak belum menyadari pentingnya arti kebersihan perorangan atau higiene dan sanitasi atau kebersihan lingkungan. Selain, anak biasanya hanya menerima makanan (yang dianggap aman) dari orang tuanya dan sistem kekebalan tubuhnya pun belum berkembang sempurna.
Yang menarik, dari seluruh jumlah penderita di kalangan anak, 60 persennya adalah anak perempuan. Sayang, hingga kini belum diketahui pasti penyebabnya mengapa anak perempuan yang lebih banyak terkena tifus.
GEJALA BERAGAM
Sebenarnya, penyakit demam tifoid sudah lama dikenal. Kata "tifus" berasal dari bahasa Yunani "typhos" yang berarti "kabut". Pasalnya, ada gangguan kesadaran sebagai salah satu gejala yang sering dijumpai pada penderita. Gangguan kesadaran ini bisa berupa kehilangan orientasi dan persepsi, tak dapat tidur atau sebaliknya rasa kantuk yang hebat hingga ingin tidur terus dan tidak bisa dibangunkan atau baru bisa dibangunkan setelah dicubit keras. Bahkan, ada pula yang mengalami shock dan koma. Itulah mengapa, penyakit ini juga sering dikelirukan dengan penyakit demam lain yang disertai gangguan kesadaran.
Dari hasil pemeriksaan klinis, gejala yang biasanya terpantau
adalah demam, kondisi umum menurun, lidah kotor berupa lapisan putih atau kuning yang menempel di permukaan lidah, nyeri bila ditekan pada perut, teraba pembesaran hati dan limpa, denyut jantung berkurang, dan gangguan kesadaran. Sayang, gambaran klinis pada penderita anak sering tidak khas, hingga menyulitkan diagnosis dan menghambat penetapan pengobatan yang tepat. Belum lagi faktor kesulitan memperoleh contoh darah yang cukup untuk pemeriksaan laboratorium. Penyebabnya, lebih karena faktor psikologis anak seperti takut, menangis atau bergerak terus saat diambil darahnya, dan sebagainya, hingga akhirnya tak didapatkan contoh darah dalam jumlah cukup.
Gejala yang ditimbulkan pun sangat beragam dan dapat bervariasi dari ringan sampai berat. Antara lain, semakin lama demam semakin tinggi (rata-rata 40 derajat Celcius), lesu, nafsu makan hilang sama sekali, sakit kepala, sakit perut, kembung, mual, muntah, susah buang air besar tapi lalu mendadak mencret dan mimisan. Komplikasi terberat adalah perdarahan dan perlubangan atau kebocoran usus. Komplikasi lainnya seperti gangguan jantung, paru-paru dan ginjal, serta radang kantong empedu dan hati. Kadang juga menyerang jaringan tulang dan otak.
Sedangkan berat-ringan gejala yang ditimbulkan biasanya tergantung dari kuantitas, jenis dan keganasan bakteri, serta kekebalan tubuh penderita. Semakin banyak bakteri yang masuk dan semakin ganas sifatnya, gejala yang diperlihatkan juga semakin berat dan kompleks.
Adapun bakteri penyebabnya, ungkap Dr Soedjatmiko, SpA, MSi. dari Subbagian Tumbuh Kembang-Pediatri Sosial Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM, ialah Salmonella typhi dan tipe invasif lain yang masuk ke dalam saluran pencernaan melalui mulut. "Sebagian bakteri kemudian menembus lapisan dalam dinding usus halus dan memproduksi racun endotoksin yang beredar ke seluruh tubuh." Sebagian lagi masuk dan berkembang biak dalam folikel getah bening usus, lalu ikut menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Sedangkan sebagian dari bakteri tadi "bersembunyi" dalam sel-sel tertentu hingga dapat hidup lama di dalam tubuh. Itu sebabnya, meski telah diberikan pengobatan dengan baik, 15 persen penderita demam tifoid dapat kambuh lagi di kemudian hari, terutama saat kondisi tubuh memburuk akibat terforsir kesibukan yang menggunung.
JANGAN ABAIKAN KEBERSIHAN
Kendati alat pencernaan yang diserang pertama kali, namun tifus bukan penyakit saluran pencernaan lokal, melainkan penyakit sepsis atau menjalar melalui darah. Perjalanan penyakit ini, terang Dr. Hudoyo Hupudio, MPH dalam simposium yang sama, terdiri dari beberapa fase. Pertama, fase inkubasi; bisa berlangsung 15 hari dan biasanya asimstomatik atau tak memperlihatkan gejala. Kemudian, fase invasif; ditandai demam mendadak antara 37-40 derajat Celcius. "Demam ini kemudian terkesan naik-turun disertai sakit kepala hebat dan gangguan pencernaan yang biasanya berlangsung selama seminggu." Demam baru menetap, meski tetap tinggi (40 derajat Celcius), dalam fase berikutnya yang biasanya disertai diare dan berlangsung 14 hari. Demam tinggi dalam waktu cukup lama ini biasanya menyebabkan rambut penderita botak akibat rontok.
Selanjutnya, fase penyembuhan; berlangsung relatif lama, setidaknya membutuhkan rawat inap 10-14 hari dan terapi yang adekuat atau memadai. "Bisa saja penderita dirawat di rumah, asalkan terus dipantau kemungkinan terjadi komplikasi, pemberian antibiotika yang tepat dan cairan yang cukup, serta mengutamakan kebersihan." Pada anak, dianjurkan untuk rawat-inap. Soalnya, penanganan pada anak relatif lebih sulit dan lama. Antara lain karena antibiotika yang dibolehkan untuk anak lebih terbatas, sementara untuk memastikan antibiotika mana yang bisa digunakan, harus berdasarkan biakan darah yang membutuhkan waktu beberapa hari.
Yang penting diperhatikan, kendati pengobatan telah usai dan penderita sudah merasa sembuh, jangan pernah abaikan kebersihan diri dan lingkungan.
Pasalnya, seperti dijelaskan Soedjatmiko, sebagian bakteri salmonella typhi ada yang tetap bercokol hidup dalam sel-sel tertentu, terutama dalam sistem empedu. Bakteri ini kemudian keluar ke usus 12 jari dan bercampur dengan tinja. "Nah, sebagian penderita tifus masih 'menyimpan' bakteri ini dalam tinjanya selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun meski mereka tak lagi merasakan keluhan penyakit ini. Mereka inilah yang disebut carrier atau pembawa karena meski tak sakit, mereka potensial menyebarkan penyakit." Para pembawa ini biasanya orang dewasa atau anak yang berumur kurang dari 5 tahun. Makanya, salah satu cara penularan penyakit ini melalui cemaran berupa sisa-sisa tinja di celana. Cara lain lewat baju, alas tidur, bantal, lap mandi, maupun tisu bekas, sabun dan toilet yang digunakan penderita.
DIBERI VAKSIN
Mengingat faktor kebersihan diri dan lingkungan sangat berperan terhadap pencegahan munculnya penyakit ini, Hupudio menyarankan untuk memberi vaksin pada anak-anak usia sekolah atau dewasa yang kerap makan-minum di warung yang kurang terjaga kebersihannya. Begitu juga anak umur 2 tahun yang mulai bermain di lantai atau bersosialisasi ke tetangga, "sebaiknya divaksin karena mereka termasuk kelompok yang rentan tertular dari pengasuh yang kurang menjaga kebersihan." Selain, mereka juga belum mampu mengontrol buang air besar di tempat khusus dan belum bisa cebok sendiri dengan benar.
Namun vaksinasi penyakit tifus perlu diperkuat setiap 3 tahun, karena setelah rentang waktu tersebut kekebalannya dapat berkurang. Setelah mendapat vaksin, sebagian besar tak akan tertular, namun sebagian kecil mungkin saja masih bisa tertular terutama jika bakteri yang menyerangnya termasuk jenis ganas dan masuk ke tubuh dalam jumlah banyak. Jikapun terkena, dengan pemberian vaksin, gejala yang muncul biasanya ringan dan kondisi penyakitnya tak begitu membahayakan. Pencegahan dengan vaksin juga menekan frekuensi komplikasi dan kematian, sekaligus biaya perawatan dan pengobatan.
Sementara Soedjatmiko juga menekankan pentingnya pembekalan pengetahuan P3K kepada para guru hingga tahu persis kapan harus mencurigai demam sebagai penyakit dan bagaimana menangani anak yang mengalami demam atau keluhan lain saat sekolah. "Jangan sampai malah gelagapan atau bengong-bengong saja hingga penanganan jadi terlambat atau salah kaprah," ujarnya.
PENCEGAHAN
Untuk mengurangi kemungkinan penularan penyakit ini, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
* Saat merawat penderita, baik di rumah maupun RS, harus lebih seksama dan ekstra hati-hati kala membersihkan tubuhnya maupun benda-benda perlengkapannya, terutama yang mungkin tercemar tinjanya. Jangan lupa, selalu mencuci bersih-bersih tangan dengan sabun atau cairan antiseptik setelah mencebokinya.
* Jangan pernah ijinkan anak duduk atau main-main di lantai kamar mandi, karena sisa kotoran yang mungkin tercecer di lantai kamar mandi dapat menularkan penyakit. Meski tak ada penderita, sering-seringlah membersihkan lantai kamar mandi dengan banyak air dan cairan antiseptik; apalagi bila telah digunakan penderita.
* Ajarkan cara cebok yang baik dan benar pada anak yang sudah agak besar maupun pengasuhnya. Begitu pula cara menyiram WC dan lantai kamar mandi.
* Selalu cuci tangan dengan sabun setiap kali bersentuhan dengan penderita.
Sementara pencegahan penyakit ini dapat dilakukan, antara lain dengan cara:
* Saat menyiapkan makanan dan minuman, jangan gunakan tangan secara langsung, tapi pakailah alat bantu semisal sendok, garpu, atau penjepit makanan.
* Kala hendak sekolah, bekali makanan lengkap dengan sendok-garpu dari rumah yang lebih terjaga kebersihannya ketimbang jajan sembarangan.
* Hindari atau minimal waspadai warung makanan. Tak ada salahnya untuk memperhatikan kebiasaan cuci tangan juru masak atau pelayannya maupun pencucian alat-alat makan bekas pakai, sebelum memutuskan makan di kedai tersebut.
* Tanamkan kebiasaan hidup bersih pada anak dan pengasuhnya. Jangan pernah lelah atau menyerah untuk memberi penjelasan, contoh nyata, maupun saat mengawasi pelaksanaannya.
* Gunakan air yang mengalir dari kran untuk mencuci tangan, bukan dari ember atau bak penampung yang jarang dikuras dan dicuci. Begitu juga untuk mencuci bahan makanan, alat masak maupun perlengkapan makan. Untuk mencuci lalap mentah dan buah segar, sebaiknya gunakan air matang.
* Bila mungkin, sediakan sabun untuk masing-masing anggota keluarga. Usahakan pula sumber air bersih sebaiknya terpisah minimal 10 meter dari septic-tank.
Biasakan anak untuk tidak jajan sembarangan.
SELUK-BELUK PENYAKIT TIFUS
Salah besar jika menganggap enteng penyakit ini. Sebab jika kambuh lagi, akan lebih membahayakan.
Penyakit yang ditandai dengan demam tinggi ini kerap menyerang anak-anak. Termasuk balita. Sayangnya, banyak orang tua menganggap remeh tifus. Banyak juga yang masih beranggapan, kalau sudah pernah kena tifus, tak bakalan kena lagi. Padahal, salah besar. Justru lebih bahaya dan bisa menyebabkan kematian.
Di Indonesia, diperkirakan antara 800 - 100.000 orang terkena tifus atau demam tifoid sepanjang tahun. Demam ini terutama muncul di musim kemarau dan konon anak perempuan lebih sering terserang. Yang jelas, meski tifus bisa menyerang anak di atas umur 1 tahun, "korban" paling banyak adalah anak usia 5 tahun. "Tapi belakangan ini, serangan terhadap anak di bawah umur 5 tahun, meningkat jadi 15 persen," kata dr. Arlin Algerina, SpA, dari RS Internasional Bintaro.
MASUK LEWAT MULUT
Demam tifoid, jelas Arlin, adalah infeksi akut yang disebabkan bakteri Salmonella typhi. Tidak seperti virus yang dapat beterbangan di udara, bakteri ini hidup di sanitasi yang buruk seperti lingkungan kumuh, makanan, dan minuman yang tidak higienis. "Dia masuk ke dalam tubuh melalui mulut, lalu menyerang tubuh, terutama saluran cerna."
Proses bekerjanya bakteri ini ke dalam tubuh manusia lumayan cepat. Yaitu 24-72 jam setelah masuk, meski belum menimbulkan gejala, tetapi bakteri telah mencapai organ-organ hati, kandung empedu, limpa, sumsum tulang, dan ginjal. "Rentang waktu antara masuknya kuman sampai dengan timbulnya gejala penyakit, sekitar 7 hari."
Nah, gejalanya sendiri baru muncul setelah 3 sampai 60 hari. Pada masa-masa itulah kuman akan menyebar dan berkembang biak. Organ tubuh lalu merangsang sel darah putih mengeluarkan zat interleukin. Zat inilah yang akan merangsang terjadinya gejala demam. Kuman yang masuk ke hati akan masuk kembali dalam peredaran darah dan menyebar ke organ tubuh lainnya.
Namun tidak seluruh bakteri Salmonella typhi dapat menyebabkan demam tifoid. "Saat kuman masuk, tubuh berupaya memberantas kuman dengan berbagai cara. Misalnya, asam lambung berupaya menghancurkan bakteri, sementara gerakan lambung berupaya mengeluarkan bakteri. Jika berhasil, orang tersebut akan terhindar dari demam tifoid."
KENALI GEJALA
Cara terbaik menghadapi demam tifoid adalah mengetahui gejala awal penyakit ini. Antara lain:
* Demam lebih dari seminggu
Siang hari biasanya terlihat segar namun malamnya demam tinggi. Suhu tubuh naik-turun.
* Mencret
Bakteri Salmonella typhi juga menyerang saluran cerna karena itu saluran cerna terganggu. Tapi pada sejumlah kasus, penderita malah sulit buang air besar.
* Mual Berat
Bakteri Salmonella typhi berkumpul di hati, saluran cerna, juga di kelenjar getah bening. Akibatnya, terjadi pembengkakan dan akhirnya menekan lambung sehingga terjadi rasa mual.
* Muntah
Karena rasamual, otomatis makanan tak bisa masuk secara sempurna dan biasanya keluar lagi lewat mulut. Karena itu harus makan makanan yang lunak agar mudah dicerna. Selain itu, makanan pedas dan mengandung soda harus dihindari agar saluran cerna yang sedang luka bisa diistirahatkan.
* Lidah kotor
Bagian tengah berwarna putih dan pinggirnya merah. Biasanya anak akan merasa lidahnya pahit dan cenderung ingin makan yang asam-asam atau pedas.
* Lemas, pusing, dan sakit perut
* Terkesan acuh tak acuh bahkan bengong
Ini terjadi karena adanya gangguan kesadaran. Jika kondisinya semakin parah, seringkali tak sadarkan diri/pingsan.
* Tidur pasif
Penderita merasa lebih nyaman jika berbaring atau tidur. Saat tidur, akan pasif (tak banyak gerak) dengan wajah pucat.
PENGOBATAN HARUS TUNTAS
Bila demam tifoid masih terbilang ringan, istilahnya gejala tifus atau paratifus, dokter akan menyarankan banyak istirahat, banyak minum, dan obat antibiotik yang diberikan harus dihabiskan.
Perawatan dan pengobatan bertujuan menghentikan invasi kuman, memperpendek perjalanan penyakit, mencegah terjadinya komplikasi, serta mencegah agar tak kambuh kembali. "Sebab, meski masih tahap ringan, kuman terus menyebar dan berkembang-biak dengan cepat," jelas Arlin.
Sayangnya, diagnosa demam tifoid pada anak-anak cukup sulit dilakukan. "Pada sejumlah anak, mereka tak mengeluh mual, pusing, atau suhu tubuhnya tinggi. Anak hanya bisa menangis atau rewel." Pemeriksaan laboratorium pun kerap sulit dilakukan karena anak umumnya meronta jika harus diambil darahnya.
Untuk tifus yang sudah berat, penderita diharuskan menjalani perawatan di rumah sakit. Biasanya selama 5-7 hari harus terus berbaring. "Setelah melewati hari-hari itu, proses penyembuhan akan dilanjutkan dengan memobilisasi bertahap." Hari pertama, dudukkan anak 2 x 15 menit, lalu meningkat 2 x 30 menit di hari kedua, dan seterusnya. Baru kemudian belajar jalan.
BISA KAMBUH LAGI
Yang jelas, lanjut Arlin, demam tifoid tak boleh dianggap enteng. "Harus diobati secara total." Karena itu, jika dosis obat ditetapkan 4 kali sehari, harus ditaati. "Kalau cuma diminum 3 kali sehari, kuman tak akan mati." Pengobatan yang tak tuntas, membuat bakteri akan terus terbawa dan berkembang biak. "Tingkat kemungkinan kambuh lagi, sampai 15 persen."
Arlin kembali mengingatkan, betapa cepatnya bakteri ini berkembang biak dan menjalar ke mana-mana melalui pembuluh darah. "Bisa menyerang paru-paru, hati, hingga otak."
Padahal, jika demam tifoid sudah tergolong berat, akan sulit diobati karena sudah terlanjur terjadi komplikasi. Misalnya, bakteri sudah membuat usus bocor (perforasi) sehingga timbul pendarahan ketika buang air besar. Usus pun sudah sulit sekali mencerna makanan karena selaputnya sudah terinfeksi (peritonitis)."Tak ada jalan lain, kecuali operasi untuk memperbaiki ususnya yang bolong."
Serangan lainnya adalah ke paru-paru yang membuat penderita sulit bernapas. Yang lebih parah, jika bakteri sudah masuk ke otak. "Anak akan kejang-kejang, tak sadarkan diri, bahkan koma beberapa saat."
Pencegah Demam Tifoid
Menurut Arlin, pencegahan harus dilakukan dari 2 hal:
* LINGKUNGAN HIDUP
1. Sediakan air minum yang memenuhi syarat. Misalnya, diambil dari tempat yang higienis, seperti sumur dan produk minuman yang terjamin. Jangan gunakan air yang sudah tercemar. Jangan lupa, masak air terlebih dulu hingga mendidih (100 derajat C).
2. Pembuangan kotoran manusia harus pada tempatnya. Juga jangan pernah membuangnya secara sembarangan sehingga mengundang lalat karena lalat akan membawa bakteri Salmonella typhi. Terutama ke makanan.
3. Bila di rumah banyak lalat, basmi hingga tuntas.
* DIRI SENDIRI
1. Lakukan vaksinasi terhadap seluruh keluarga. Vaksinasi dapat mencegah kuman masuk dan berkembang biak. Saat ini pencegahan terhadap kuman Salmonella sudah bisa dilakukan dengan vaksinasi bernama chotipa (cholera-tifoid-paratifoid) atau tipa (tifoid-paratifoid). Untuk anak usia 2 tahun yang masih rentan, bisa juga divaksinasi.
2. Menemukan dan mengawasi pengidap kuman (carrier). Pengawasan diperlukan agar dia tidak lengah terhadap kuman yang dibawanya. Sebab jika dia lengah, sewaktu-waktu penyakitnya akan kambuh.
Kebal Antibiotik
Yang "mengerikan", papar Arlin, penelitian menunjukkan, kini banyak kuman Salmonella typhi yang kebal terhadap antibiotika. Akhirnya, penyakit ini makin sulit disembuhkan. "Tapi untungnya metode pengobatan juga sudah maju sehingga separah apa pun, bisa disembuhkan."
Hanya saja, jika bakteri sudah menyerang otak, tetap akan membawa dampak. Misalnya, kesadarannya berkurang, kurang cepat tanggap, dan lambat dalam mengingat. Jadi, jangan sepelekan demam tifoid dan rawat anak baik-baik jika ia terserang penyakit ini.
Makanan Yang Dianjurkan
* Boleh semua jenis makanan, yang penting lunak.
* Makanan harus mudah dicerna, mengandung cukup cairan, kalori, serat, tinggi protein dan vitamin, tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas.
* Makanan saring/lunak diberikan selama istirahat
* Jika kembali kontrol ke dokter dan disarankan makan nasi yang lebih keras, harus dijalankan.
* Untuk kembali ke makanan "normal", lakukan secara bertahap bersamaan dengan mobilisasi. Misalnya hari pertama makanan lunak, hari ke-2 makanan lunak, hari ke-3 makanan biasa, dan seterusnya.
TIFUS SCRUB
1. Identifikasi
Penyakit yang disebabkan oleh rickettsia yang ditandai dengan munculnya ulcus primer pada kulit dengan bentuk “punched out” pada bagian kulit yang digigit oleh larva ngengat yang terinfeksi. Beberapa hari kemudian muncul demam, sakit kepala, keringat berlebihan, injeksi konjungtiva, limfadenopati. Seminggu setelah demam berlangsung muncul erupsi pada kulit yang berbentuk makulopapuler berwarna merah gelap pada bagian tubuh, menyebar ke tungkai dan menghilang dalam beberapa hari. Sering disertai dengan batuk dan pada pemeriksaan radiologis pada paru ditemukan pneumonitis. Tanpa dilakukan pengobatan dengan antibiotika yang tepat demam hilang pada hari ke 14.
CFR penderita yang tidak mendapat pengobatan berkisar antara 1 – 60%, tergantung dimana orang itu terkena, jenis rickettsia yang menginfeksi dan tergantung pula pada riwayat orang tersebut terhadap infeksi sebelumnya. Namun CFR selalu lebih tinggi pada usia yang lebih tua.
2. Penyebab penyakit: Orientia tsutsugamushi yang secara serologis ditemukan ada banyak strain yang berbeda.
3. Distribusi penyakit
Penyakit ini tersebar di Asia bagian Tengah, Timur dan Tenggara. Kemudian ditemukan tersebar mulai dari Siberia tenggara, Jepang bagian utara sampai pada kewilayah bagian utara Australia dan Vanuatu, palestina bagin barat, lereng Himalaya sampai ketinggian 10.000 kaki dan banyak ditemukan terutama di Thailand bagian utara. Biasanya manusia mendapatkan infeksi dari tempat yang ukurannya relatif sangat kecil bahkan dalam ukuran meter persegi dimana ditempat tersebut rickettsia, vektor dan rodentia hidup berkoeksistensi dengan baik. Tempat yang terbatas tersebut dinamakan “typhus islands”. Distribusi penyakit menurut jender sangat dipengaruhi oleh jenis pekerjaan. Orang dewasa yang bekerja pada daerah endemis tifus scrub dan didaerah yang densitas populasi ngengatnya tinggi kemungkinan tertular sangat besar. Misalnya mereka yang bekerja pada pembukaan lahn dihutan, daerah padang pasir yang diirigasi. KLB tifus dapat terjadi apabila mereka yang rentan masuk kedaerah endemis, terutama pada waktu dilakukan operasi militer, 20 – 50% dari mereka akan terinfeksi dalam beberpa minggu atau dalam beberapa bulan.
4. Reservoir: Yang menjadi reservoir adalah stadium larva dari ngengat jenis Leptotrombidium abamushi, L. Deliensis dan species jenis lain tergantung wilayahnya. Species tersebut yang paling umum diketahui sebagai vektor trhadap manusia. Siklus penularan pada ngengat berlangsung melalui rute transovarian.
5. Cara penularan: Melalui gigitan larva dari ngengat yang terinfeksi stadium nimfe dan ngengat dewasa tidak hidup dari hospes vertebrata.
6. Masa Inkubasi: Masa inkubasi bisanya berlangsung 10 – 12 hari; bervariasi antara 6 – 21 hari.
7. Masa penularan: Tifus scrub tidak ditularkan dari orang ke orang
8. Kerentanan dan kekebalan: Semua orang rentan terhadap penyakit ini, seseorang yang terserang penyakit ini akan kebal dalam waktu yang cukup panjang terhadap strain homolog dari O. tsutsugamushi dan hanya menimbulkan kekebalan sementara terhadap strain heterolog. Infeksi oleh strain heterolog dalam beberapa bulan akan menimbulkan penyakit yang ringan, namun setahun kemudian akan muncul penyakit yang khas. Serangan kedua dan ketiga terhadap mereka yang tingal di daerah endemis dapat terjadi secara alamiah pada orang-orang yang tinggal di daerah endemis, biasanya penyakit yang ditimbulkan sangat ringan bahkan tanpa gejala. Atau serangan kedua dan ketiga dapat terjadi pada mereka yang pernag terinfeksi namun tidak mendapatkan pengobatan dengan sempurna. Pada berbagai percobaan yang dilakukan belum ditemukan jenis vaksin yang efektif.
9. Cara-cara pemberantasan
A. Upaya pencegahan
1). Hindari kontak dengan ngengat yang terinfeksi dengan upaya profilaktis yaitu dengan mengenakan pakaian dan selimut yang telah diberi mitisida (permethrin dan benzyl benzoate), memakai repelan (diethyltoluamide, Deet®) pada kulit yang tidak tertutup pakaian.
2). Basmilah ngengat dari tempat-tempat tertentu dengan cara menaburkan bahan kimia dengan komposisi hidrokarbon klorida seperti lindane, dieldrin atau chlordane ditanah serta vegetasi disekitar tenda perkemahan, bangunan dipertambangan dan disekitar dearah yang dihuni banyak orang didaerah endemik
3). Pemberian doxycycline selama 7 minggu dengan dosis tunggal sebanyak 200 mg/minggu yang diberikan kepada sekelompok sukarelawan di Malaysia terbukti cukup efektif untuk mencegah terjadinya infeksi tifus scrub
B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
Laporan kepada institusi kesehatan setempat; Didaerah endemis, tifus scrub dapat dibedakan dengan tifus murin dan tifus yang ditularkan oleh tuma (louseborne typhus). Dikebanyakan negara penyakit ini bukan sebagai penyakit yang wajib dilaporkan
Pengobatan spesifik: Tetrasiklin dosis tunggal (loading dose), diikuti dengan dosis terbagi setiap hari sampai dengan penderita tidak demam lagi (rata-rata selama 30 jam). Kloramfenikol juga cukup efektif dan hanya diberikan jika ada indikasi kontra pemberian tetrasiklin (lihat seksi I, 9B7 diatas). Jika pengobatan baru dimulai 3 hari setelah sakit maka kemungkinan kambuh kembali besar sekali kecuali jika diberikan segera dosis kedua dengan interval 6 hari. Di Malaysia pemberian doxycycline dosis tunggal (5 mg/kg/BB) cukup efektif jika diberikan pada hari ke tujuh, sedngkan di Pulau Pescadores (Taiwan) diberikan pada hari ke lima. Jika dosis kedua ini diberikn lebih awal dari lima hari diperkirakan dapat terjadi relaps. Azithromycin berhasil baik digunakan pada penderita yang sedang hamil.
Menurut penelitian di Bagian Anak FKUI tentang bayi yang kejang waktu baru lahir, 80 persen penyebabnya adalah tifus. Penyakit ini juga ikut menyumbang angka kematian bayi yang sangat tinggi di Indonesia dimana 90 persennya akibat penyakit infeksi.
Penyakit tifus umumnya berawal dari konsumsi makanan ataupun minuman yang tercemar oleh bakteri Salmonella typhi dan Salmonella typhimurium. Keduanya biasa terdapat pada makanan dan minuman yang kurang higienis ataupun dari sumber air yang tidak memenuhi syarat untuk dikonsumsi. Dengan kata lain, bibit penyakit masuk ke dalam tubuh melalui mulut, lalu menyerang tubuh, terutama saluran cerna.
Proses perkembangbiakan bakteri ini cepat, yaitu 24-72 jam setelah masuk ke dalam tubuh. Meski belum menimbulkan gejala, bakteri telah mencapai organ-organ hati, kandung empedu, limpa, sumsum tulang, dan ginjal. Rentang waktu antara masuknya kuman sampai timbulnya gejala penyakit sekitar 7 hari. Gejalanya sendiri baru muncul setelah 3 sampai 60 hari. Pada masa-masa itulah kuman akan menyebar dan berkembang biak. Organ tubuh lalu merangsang sel darah putih mengeluarkan zat interleukin. Zat inilah yang akan merangsang terjadinya gejala demam. Kuman yang masuk ke hati akan masuk kembali dalam peredaran darah dan menyebar ke organ tubuh lainnya.
Gejala yang mungkin timbul adalah mual, muntah, demam tinggi berfluktuasi atau naik-turun, nyeri kepala hebat, dan nyeri perut yang diawali sembelit, kadang diikuti diare bercampur darah. Pengobatan umumnya dilakukan bila pemeriksaan laboratorium memberikan hasil positif. Pemeriksaan laboratorium ini juga diperlukan untuk menentukan jenis antibiotik yang paling tepat.
Namun tidak seluruh bakteri Salmonella typhi dapat menyebabkan demam tifoid. Saat kuman masuk, tubuh berupaya memberantas kuman dengan berbagai cara. Misalnya, asam lambung berupaya menghancurkan bakteri dan gerakan lambung berupaya mengeluarkan bakteri. "Jika berhasil, orang tersebut akan terhindar dari demam tifoid,
Penderita tifus dari kalangan anak, 60 persennya adalah anak perempuan. Penyakit tifus mudah kambuh meski sudah sembuh, bahkan menular karena bakteri penyebabnya betah nongkrong bertahun-tahun di usus penderita.
Di Indonesia, penyakit tifus atau demam tifoid yang dulu sering disebut tifus abdominalis, tergolong penyakit endemis (selalu ada sepanjang tahun). Angka kejadiannya pun termasuk paling tinggi di dunia, antara 358-810 per 100 ribu penduduk setiap tahunnya; sedangkan angka kematiannya berkisar 1-5 persen dari jumlah penderita. Demikian papar Narain H. Punjabi, MD,
Penyakit ini juga bisa menyerang siapa saja; dari bayi, balita, anak usia sekolah, remaja, sampai dewasa. "Tapi pada bayi, umumnya jarang, karena bayi mendapat perlindungan dari ASI berupa zat kekebalan sIgA atau Imunoglobulin A sekretori," tutur peneliti di US-NAMRU2 Litbangkes RI ini. Mayoritas atau sekitar 80-90 persen penderita adalah anak-anak usia 2-19 tahun. Soalnya, anak belum menyadari pentingnya arti kebersihan perorangan atau higiene dan sanitasi atau kebersihan lingkungan. Selain, anak biasanya hanya menerima makanan (yang dianggap aman) dari orang tuanya dan sistem kekebalan tubuhnya pun belum berkembang sempurna.
Yang menarik, dari seluruh jumlah penderita di kalangan anak, 60 persennya adalah anak perempuan. Sayang, hingga kini belum diketahui pasti penyebabnya mengapa anak perempuan yang lebih banyak terkena tifus.
GEJALA BERAGAM
Sebenarnya, penyakit demam tifoid sudah lama dikenal. Kata "tifus" berasal dari bahasa Yunani "typhos" yang berarti "kabut". Pasalnya, ada gangguan kesadaran sebagai salah satu gejala yang sering dijumpai pada penderita. Gangguan kesadaran ini bisa berupa kehilangan orientasi dan persepsi, tak dapat tidur atau sebaliknya rasa kantuk yang hebat hingga ingin tidur terus dan tidak bisa dibangunkan atau baru bisa dibangunkan setelah dicubit keras. Bahkan, ada pula yang mengalami shock dan koma. Itulah mengapa, penyakit ini juga sering dikelirukan dengan penyakit demam lain yang disertai gangguan kesadaran.
Dari hasil pemeriksaan klinis, gejala yang biasanya terpantau
adalah demam, kondisi umum menurun, lidah kotor berupa lapisan putih atau kuning yang menempel di permukaan lidah, nyeri bila ditekan pada perut, teraba pembesaran hati dan limpa, denyut jantung berkurang, dan gangguan kesadaran. Sayang, gambaran klinis pada penderita anak sering tidak khas, hingga menyulitkan diagnosis dan menghambat penetapan pengobatan yang tepat. Belum lagi faktor kesulitan memperoleh contoh darah yang cukup untuk pemeriksaan laboratorium. Penyebabnya, lebih karena faktor psikologis anak seperti takut, menangis atau bergerak terus saat diambil darahnya, dan sebagainya, hingga akhirnya tak didapatkan contoh darah dalam jumlah cukup.
Gejala yang ditimbulkan pun sangat beragam dan dapat bervariasi dari ringan sampai berat. Antara lain, semakin lama demam semakin tinggi (rata-rata 40 derajat Celcius), lesu, nafsu makan hilang sama sekali, sakit kepala, sakit perut, kembung, mual, muntah, susah buang air besar tapi lalu mendadak mencret dan mimisan. Komplikasi terberat adalah perdarahan dan perlubangan atau kebocoran usus. Komplikasi lainnya seperti gangguan jantung, paru-paru dan ginjal, serta radang kantong empedu dan hati. Kadang juga menyerang jaringan tulang dan otak.
Sedangkan berat-ringan gejala yang ditimbulkan biasanya tergantung dari kuantitas, jenis dan keganasan bakteri, serta kekebalan tubuh penderita. Semakin banyak bakteri yang masuk dan semakin ganas sifatnya, gejala yang diperlihatkan juga semakin berat dan kompleks.
Adapun bakteri penyebabnya, ungkap Dr Soedjatmiko, SpA, MSi. dari Subbagian Tumbuh Kembang-Pediatri Sosial Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM, ialah Salmonella typhi dan tipe invasif lain yang masuk ke dalam saluran pencernaan melalui mulut. "Sebagian bakteri kemudian menembus lapisan dalam dinding usus halus dan memproduksi racun endotoksin yang beredar ke seluruh tubuh." Sebagian lagi masuk dan berkembang biak dalam folikel getah bening usus, lalu ikut menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Sedangkan sebagian dari bakteri tadi "bersembunyi" dalam sel-sel tertentu hingga dapat hidup lama di dalam tubuh. Itu sebabnya, meski telah diberikan pengobatan dengan baik, 15 persen penderita demam tifoid dapat kambuh lagi di kemudian hari, terutama saat kondisi tubuh memburuk akibat terforsir kesibukan yang menggunung.
JANGAN ABAIKAN KEBERSIHAN
Kendati alat pencernaan yang diserang pertama kali, namun tifus bukan penyakit saluran pencernaan lokal, melainkan penyakit sepsis atau menjalar melalui darah. Perjalanan penyakit ini, terang Dr. Hudoyo Hupudio, MPH dalam simposium yang sama, terdiri dari beberapa fase. Pertama, fase inkubasi; bisa berlangsung 15 hari dan biasanya asimstomatik atau tak memperlihatkan gejala. Kemudian, fase invasif; ditandai demam mendadak antara 37-40 derajat Celcius. "Demam ini kemudian terkesan naik-turun disertai sakit kepala hebat dan gangguan pencernaan yang biasanya berlangsung selama seminggu." Demam baru menetap, meski tetap tinggi (40 derajat Celcius), dalam fase berikutnya yang biasanya disertai diare dan berlangsung 14 hari. Demam tinggi dalam waktu cukup lama ini biasanya menyebabkan rambut penderita botak akibat rontok.
Selanjutnya, fase penyembuhan; berlangsung relatif lama, setidaknya membutuhkan rawat inap 10-14 hari dan terapi yang adekuat atau memadai. "Bisa saja penderita dirawat di rumah, asalkan terus dipantau kemungkinan terjadi komplikasi, pemberian antibiotika yang tepat dan cairan yang cukup, serta mengutamakan kebersihan." Pada anak, dianjurkan untuk rawat-inap. Soalnya, penanganan pada anak relatif lebih sulit dan lama. Antara lain karena antibiotika yang dibolehkan untuk anak lebih terbatas, sementara untuk memastikan antibiotika mana yang bisa digunakan, harus berdasarkan biakan darah yang membutuhkan waktu beberapa hari.
Yang penting diperhatikan, kendati pengobatan telah usai dan penderita sudah merasa sembuh, jangan pernah abaikan kebersihan diri dan lingkungan.
Pasalnya, seperti dijelaskan Soedjatmiko, sebagian bakteri salmonella typhi ada yang tetap bercokol hidup dalam sel-sel tertentu, terutama dalam sistem empedu. Bakteri ini kemudian keluar ke usus 12 jari dan bercampur dengan tinja. "Nah, sebagian penderita tifus masih 'menyimpan' bakteri ini dalam tinjanya selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun meski mereka tak lagi merasakan keluhan penyakit ini. Mereka inilah yang disebut carrier atau pembawa karena meski tak sakit, mereka potensial menyebarkan penyakit." Para pembawa ini biasanya orang dewasa atau anak yang berumur kurang dari 5 tahun. Makanya, salah satu cara penularan penyakit ini melalui cemaran berupa sisa-sisa tinja di celana. Cara lain lewat baju, alas tidur, bantal, lap mandi, maupun tisu bekas, sabun dan toilet yang digunakan penderita.
DIBERI VAKSIN
Mengingat faktor kebersihan diri dan lingkungan sangat berperan terhadap pencegahan munculnya penyakit ini, Hupudio menyarankan untuk memberi vaksin pada anak-anak usia sekolah atau dewasa yang kerap makan-minum di warung yang kurang terjaga kebersihannya. Begitu juga anak umur 2 tahun yang mulai bermain di lantai atau bersosialisasi ke tetangga, "sebaiknya divaksin karena mereka termasuk kelompok yang rentan tertular dari pengasuh yang kurang menjaga kebersihan." Selain, mereka juga belum mampu mengontrol buang air besar di tempat khusus dan belum bisa cebok sendiri dengan benar.
Namun vaksinasi penyakit tifus perlu diperkuat setiap 3 tahun, karena setelah rentang waktu tersebut kekebalannya dapat berkurang. Setelah mendapat vaksin, sebagian besar tak akan tertular, namun sebagian kecil mungkin saja masih bisa tertular terutama jika bakteri yang menyerangnya termasuk jenis ganas dan masuk ke tubuh dalam jumlah banyak. Jikapun terkena, dengan pemberian vaksin, gejala yang muncul biasanya ringan dan kondisi penyakitnya tak begitu membahayakan. Pencegahan dengan vaksin juga menekan frekuensi komplikasi dan kematian, sekaligus biaya perawatan dan pengobatan.
Sementara Soedjatmiko juga menekankan pentingnya pembekalan pengetahuan P3K kepada para guru hingga tahu persis kapan harus mencurigai demam sebagai penyakit dan bagaimana menangani anak yang mengalami demam atau keluhan lain saat sekolah. "Jangan sampai malah gelagapan atau bengong-bengong saja hingga penanganan jadi terlambat atau salah kaprah," ujarnya.
PENCEGAHAN
Untuk mengurangi kemungkinan penularan penyakit ini, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
* Saat merawat penderita, baik di rumah maupun RS, harus lebih seksama dan ekstra hati-hati kala membersihkan tubuhnya maupun benda-benda perlengkapannya, terutama yang mungkin tercemar tinjanya. Jangan lupa, selalu mencuci bersih-bersih tangan dengan sabun atau cairan antiseptik setelah mencebokinya.
* Jangan pernah ijinkan anak duduk atau main-main di lantai kamar mandi, karena sisa kotoran yang mungkin tercecer di lantai kamar mandi dapat menularkan penyakit. Meski tak ada penderita, sering-seringlah membersihkan lantai kamar mandi dengan banyak air dan cairan antiseptik; apalagi bila telah digunakan penderita.
* Ajarkan cara cebok yang baik dan benar pada anak yang sudah agak besar maupun pengasuhnya. Begitu pula cara menyiram WC dan lantai kamar mandi.
* Selalu cuci tangan dengan sabun setiap kali bersentuhan dengan penderita.
Sementara pencegahan penyakit ini dapat dilakukan, antara lain dengan cara:
* Saat menyiapkan makanan dan minuman, jangan gunakan tangan secara langsung, tapi pakailah alat bantu semisal sendok, garpu, atau penjepit makanan.
* Kala hendak sekolah, bekali makanan lengkap dengan sendok-garpu dari rumah yang lebih terjaga kebersihannya ketimbang jajan sembarangan.
* Hindari atau minimal waspadai warung makanan. Tak ada salahnya untuk memperhatikan kebiasaan cuci tangan juru masak atau pelayannya maupun pencucian alat-alat makan bekas pakai, sebelum memutuskan makan di kedai tersebut.
* Tanamkan kebiasaan hidup bersih pada anak dan pengasuhnya. Jangan pernah lelah atau menyerah untuk memberi penjelasan, contoh nyata, maupun saat mengawasi pelaksanaannya.
* Gunakan air yang mengalir dari kran untuk mencuci tangan, bukan dari ember atau bak penampung yang jarang dikuras dan dicuci. Begitu juga untuk mencuci bahan makanan, alat masak maupun perlengkapan makan. Untuk mencuci lalap mentah dan buah segar, sebaiknya gunakan air matang.
* Bila mungkin, sediakan sabun untuk masing-masing anggota keluarga. Usahakan pula sumber air bersih sebaiknya terpisah minimal 10 meter dari septic-tank.
Biasakan anak untuk tidak jajan sembarangan.
SELUK-BELUK PENYAKIT TIFUS
Salah besar jika menganggap enteng penyakit ini. Sebab jika kambuh lagi, akan lebih membahayakan.
Penyakit yang ditandai dengan demam tinggi ini kerap menyerang anak-anak. Termasuk balita. Sayangnya, banyak orang tua menganggap remeh tifus. Banyak juga yang masih beranggapan, kalau sudah pernah kena tifus, tak bakalan kena lagi. Padahal, salah besar. Justru lebih bahaya dan bisa menyebabkan kematian.
Di Indonesia, diperkirakan antara 800 - 100.000 orang terkena tifus atau demam tifoid sepanjang tahun. Demam ini terutama muncul di musim kemarau dan konon anak perempuan lebih sering terserang. Yang jelas, meski tifus bisa menyerang anak di atas umur 1 tahun, "korban" paling banyak adalah anak usia 5 tahun. "Tapi belakangan ini, serangan terhadap anak di bawah umur 5 tahun, meningkat jadi 15 persen," kata dr. Arlin Algerina, SpA, dari RS Internasional Bintaro.
MASUK LEWAT MULUT
Demam tifoid, jelas Arlin, adalah infeksi akut yang disebabkan bakteri Salmonella typhi. Tidak seperti virus yang dapat beterbangan di udara, bakteri ini hidup di sanitasi yang buruk seperti lingkungan kumuh, makanan, dan minuman yang tidak higienis. "Dia masuk ke dalam tubuh melalui mulut, lalu menyerang tubuh, terutama saluran cerna."
Proses bekerjanya bakteri ini ke dalam tubuh manusia lumayan cepat. Yaitu 24-72 jam setelah masuk, meski belum menimbulkan gejala, tetapi bakteri telah mencapai organ-organ hati, kandung empedu, limpa, sumsum tulang, dan ginjal. "Rentang waktu antara masuknya kuman sampai dengan timbulnya gejala penyakit, sekitar 7 hari."
Nah, gejalanya sendiri baru muncul setelah 3 sampai 60 hari. Pada masa-masa itulah kuman akan menyebar dan berkembang biak. Organ tubuh lalu merangsang sel darah putih mengeluarkan zat interleukin. Zat inilah yang akan merangsang terjadinya gejala demam. Kuman yang masuk ke hati akan masuk kembali dalam peredaran darah dan menyebar ke organ tubuh lainnya.
Namun tidak seluruh bakteri Salmonella typhi dapat menyebabkan demam tifoid. "Saat kuman masuk, tubuh berupaya memberantas kuman dengan berbagai cara. Misalnya, asam lambung berupaya menghancurkan bakteri, sementara gerakan lambung berupaya mengeluarkan bakteri. Jika berhasil, orang tersebut akan terhindar dari demam tifoid."
KENALI GEJALA
Cara terbaik menghadapi demam tifoid adalah mengetahui gejala awal penyakit ini. Antara lain:
* Demam lebih dari seminggu
Siang hari biasanya terlihat segar namun malamnya demam tinggi. Suhu tubuh naik-turun.
* Mencret
Bakteri Salmonella typhi juga menyerang saluran cerna karena itu saluran cerna terganggu. Tapi pada sejumlah kasus, penderita malah sulit buang air besar.
* Mual Berat
Bakteri Salmonella typhi berkumpul di hati, saluran cerna, juga di kelenjar getah bening. Akibatnya, terjadi pembengkakan dan akhirnya menekan lambung sehingga terjadi rasa mual.
* Muntah
Karena rasamual, otomatis makanan tak bisa masuk secara sempurna dan biasanya keluar lagi lewat mulut. Karena itu harus makan makanan yang lunak agar mudah dicerna. Selain itu, makanan pedas dan mengandung soda harus dihindari agar saluran cerna yang sedang luka bisa diistirahatkan.
* Lidah kotor
Bagian tengah berwarna putih dan pinggirnya merah. Biasanya anak akan merasa lidahnya pahit dan cenderung ingin makan yang asam-asam atau pedas.
* Lemas, pusing, dan sakit perut
* Terkesan acuh tak acuh bahkan bengong
Ini terjadi karena adanya gangguan kesadaran. Jika kondisinya semakin parah, seringkali tak sadarkan diri/pingsan.
* Tidur pasif
Penderita merasa lebih nyaman jika berbaring atau tidur. Saat tidur, akan pasif (tak banyak gerak) dengan wajah pucat.
PENGOBATAN HARUS TUNTAS
Bila demam tifoid masih terbilang ringan, istilahnya gejala tifus atau paratifus, dokter akan menyarankan banyak istirahat, banyak minum, dan obat antibiotik yang diberikan harus dihabiskan.
Perawatan dan pengobatan bertujuan menghentikan invasi kuman, memperpendek perjalanan penyakit, mencegah terjadinya komplikasi, serta mencegah agar tak kambuh kembali. "Sebab, meski masih tahap ringan, kuman terus menyebar dan berkembang-biak dengan cepat," jelas Arlin.
Sayangnya, diagnosa demam tifoid pada anak-anak cukup sulit dilakukan. "Pada sejumlah anak, mereka tak mengeluh mual, pusing, atau suhu tubuhnya tinggi. Anak hanya bisa menangis atau rewel." Pemeriksaan laboratorium pun kerap sulit dilakukan karena anak umumnya meronta jika harus diambil darahnya.
Untuk tifus yang sudah berat, penderita diharuskan menjalani perawatan di rumah sakit. Biasanya selama 5-7 hari harus terus berbaring. "Setelah melewati hari-hari itu, proses penyembuhan akan dilanjutkan dengan memobilisasi bertahap." Hari pertama, dudukkan anak 2 x 15 menit, lalu meningkat 2 x 30 menit di hari kedua, dan seterusnya. Baru kemudian belajar jalan.
BISA KAMBUH LAGI
Yang jelas, lanjut Arlin, demam tifoid tak boleh dianggap enteng. "Harus diobati secara total." Karena itu, jika dosis obat ditetapkan 4 kali sehari, harus ditaati. "Kalau cuma diminum 3 kali sehari, kuman tak akan mati." Pengobatan yang tak tuntas, membuat bakteri akan terus terbawa dan berkembang biak. "Tingkat kemungkinan kambuh lagi, sampai 15 persen."
Arlin kembali mengingatkan, betapa cepatnya bakteri ini berkembang biak dan menjalar ke mana-mana melalui pembuluh darah. "Bisa menyerang paru-paru, hati, hingga otak."
Padahal, jika demam tifoid sudah tergolong berat, akan sulit diobati karena sudah terlanjur terjadi komplikasi. Misalnya, bakteri sudah membuat usus bocor (perforasi) sehingga timbul pendarahan ketika buang air besar. Usus pun sudah sulit sekali mencerna makanan karena selaputnya sudah terinfeksi (peritonitis)."Tak ada jalan lain, kecuali operasi untuk memperbaiki ususnya yang bolong."
Serangan lainnya adalah ke paru-paru yang membuat penderita sulit bernapas. Yang lebih parah, jika bakteri sudah masuk ke otak. "Anak akan kejang-kejang, tak sadarkan diri, bahkan koma beberapa saat."
Pencegah Demam Tifoid
Menurut Arlin, pencegahan harus dilakukan dari 2 hal:
* LINGKUNGAN HIDUP
1. Sediakan air minum yang memenuhi syarat. Misalnya, diambil dari tempat yang higienis, seperti sumur dan produk minuman yang terjamin. Jangan gunakan air yang sudah tercemar. Jangan lupa, masak air terlebih dulu hingga mendidih (100 derajat C).
2. Pembuangan kotoran manusia harus pada tempatnya. Juga jangan pernah membuangnya secara sembarangan sehingga mengundang lalat karena lalat akan membawa bakteri Salmonella typhi. Terutama ke makanan.
3. Bila di rumah banyak lalat, basmi hingga tuntas.
* DIRI SENDIRI
1. Lakukan vaksinasi terhadap seluruh keluarga. Vaksinasi dapat mencegah kuman masuk dan berkembang biak. Saat ini pencegahan terhadap kuman Salmonella sudah bisa dilakukan dengan vaksinasi bernama chotipa (cholera-tifoid-paratifoid) atau tipa (tifoid-paratifoid). Untuk anak usia 2 tahun yang masih rentan, bisa juga divaksinasi.
2. Menemukan dan mengawasi pengidap kuman (carrier). Pengawasan diperlukan agar dia tidak lengah terhadap kuman yang dibawanya. Sebab jika dia lengah, sewaktu-waktu penyakitnya akan kambuh.
Kebal Antibiotik
Yang "mengerikan", papar Arlin, penelitian menunjukkan, kini banyak kuman Salmonella typhi yang kebal terhadap antibiotika. Akhirnya, penyakit ini makin sulit disembuhkan. "Tapi untungnya metode pengobatan juga sudah maju sehingga separah apa pun, bisa disembuhkan."
Hanya saja, jika bakteri sudah menyerang otak, tetap akan membawa dampak. Misalnya, kesadarannya berkurang, kurang cepat tanggap, dan lambat dalam mengingat. Jadi, jangan sepelekan demam tifoid dan rawat anak baik-baik jika ia terserang penyakit ini.
Makanan Yang Dianjurkan
* Boleh semua jenis makanan, yang penting lunak.
* Makanan harus mudah dicerna, mengandung cukup cairan, kalori, serat, tinggi protein dan vitamin, tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas.
* Makanan saring/lunak diberikan selama istirahat
* Jika kembali kontrol ke dokter dan disarankan makan nasi yang lebih keras, harus dijalankan.
* Untuk kembali ke makanan "normal", lakukan secara bertahap bersamaan dengan mobilisasi. Misalnya hari pertama makanan lunak, hari ke-2 makanan lunak, hari ke-3 makanan biasa, dan seterusnya.
TIFUS SCRUB
1. Identifikasi
Penyakit yang disebabkan oleh rickettsia yang ditandai dengan munculnya ulcus primer pada kulit dengan bentuk “punched out” pada bagian kulit yang digigit oleh larva ngengat yang terinfeksi. Beberapa hari kemudian muncul demam, sakit kepala, keringat berlebihan, injeksi konjungtiva, limfadenopati. Seminggu setelah demam berlangsung muncul erupsi pada kulit yang berbentuk makulopapuler berwarna merah gelap pada bagian tubuh, menyebar ke tungkai dan menghilang dalam beberapa hari. Sering disertai dengan batuk dan pada pemeriksaan radiologis pada paru ditemukan pneumonitis. Tanpa dilakukan pengobatan dengan antibiotika yang tepat demam hilang pada hari ke 14.
CFR penderita yang tidak mendapat pengobatan berkisar antara 1 – 60%, tergantung dimana orang itu terkena, jenis rickettsia yang menginfeksi dan tergantung pula pada riwayat orang tersebut terhadap infeksi sebelumnya. Namun CFR selalu lebih tinggi pada usia yang lebih tua.
2. Penyebab penyakit: Orientia tsutsugamushi yang secara serologis ditemukan ada banyak strain yang berbeda.
3. Distribusi penyakit
Penyakit ini tersebar di Asia bagian Tengah, Timur dan Tenggara. Kemudian ditemukan tersebar mulai dari Siberia tenggara, Jepang bagian utara sampai pada kewilayah bagian utara Australia dan Vanuatu, palestina bagin barat, lereng Himalaya sampai ketinggian 10.000 kaki dan banyak ditemukan terutama di Thailand bagian utara. Biasanya manusia mendapatkan infeksi dari tempat yang ukurannya relatif sangat kecil bahkan dalam ukuran meter persegi dimana ditempat tersebut rickettsia, vektor dan rodentia hidup berkoeksistensi dengan baik. Tempat yang terbatas tersebut dinamakan “typhus islands”. Distribusi penyakit menurut jender sangat dipengaruhi oleh jenis pekerjaan. Orang dewasa yang bekerja pada daerah endemis tifus scrub dan didaerah yang densitas populasi ngengatnya tinggi kemungkinan tertular sangat besar. Misalnya mereka yang bekerja pada pembukaan lahn dihutan, daerah padang pasir yang diirigasi. KLB tifus dapat terjadi apabila mereka yang rentan masuk kedaerah endemis, terutama pada waktu dilakukan operasi militer, 20 – 50% dari mereka akan terinfeksi dalam beberpa minggu atau dalam beberapa bulan.
4. Reservoir: Yang menjadi reservoir adalah stadium larva dari ngengat jenis Leptotrombidium abamushi, L. Deliensis dan species jenis lain tergantung wilayahnya. Species tersebut yang paling umum diketahui sebagai vektor trhadap manusia. Siklus penularan pada ngengat berlangsung melalui rute transovarian.
5. Cara penularan: Melalui gigitan larva dari ngengat yang terinfeksi stadium nimfe dan ngengat dewasa tidak hidup dari hospes vertebrata.
6. Masa Inkubasi: Masa inkubasi bisanya berlangsung 10 – 12 hari; bervariasi antara 6 – 21 hari.
7. Masa penularan: Tifus scrub tidak ditularkan dari orang ke orang
8. Kerentanan dan kekebalan: Semua orang rentan terhadap penyakit ini, seseorang yang terserang penyakit ini akan kebal dalam waktu yang cukup panjang terhadap strain homolog dari O. tsutsugamushi dan hanya menimbulkan kekebalan sementara terhadap strain heterolog. Infeksi oleh strain heterolog dalam beberapa bulan akan menimbulkan penyakit yang ringan, namun setahun kemudian akan muncul penyakit yang khas. Serangan kedua dan ketiga terhadap mereka yang tingal di daerah endemis dapat terjadi secara alamiah pada orang-orang yang tinggal di daerah endemis, biasanya penyakit yang ditimbulkan sangat ringan bahkan tanpa gejala. Atau serangan kedua dan ketiga dapat terjadi pada mereka yang pernag terinfeksi namun tidak mendapatkan pengobatan dengan sempurna. Pada berbagai percobaan yang dilakukan belum ditemukan jenis vaksin yang efektif.
9. Cara-cara pemberantasan
A. Upaya pencegahan
1). Hindari kontak dengan ngengat yang terinfeksi dengan upaya profilaktis yaitu dengan mengenakan pakaian dan selimut yang telah diberi mitisida (permethrin dan benzyl benzoate), memakai repelan (diethyltoluamide, Deet®) pada kulit yang tidak tertutup pakaian.
2). Basmilah ngengat dari tempat-tempat tertentu dengan cara menaburkan bahan kimia dengan komposisi hidrokarbon klorida seperti lindane, dieldrin atau chlordane ditanah serta vegetasi disekitar tenda perkemahan, bangunan dipertambangan dan disekitar dearah yang dihuni banyak orang didaerah endemik
3). Pemberian doxycycline selama 7 minggu dengan dosis tunggal sebanyak 200 mg/minggu yang diberikan kepada sekelompok sukarelawan di Malaysia terbukti cukup efektif untuk mencegah terjadinya infeksi tifus scrub
B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
Laporan kepada institusi kesehatan setempat; Didaerah endemis, tifus scrub dapat dibedakan dengan tifus murin dan tifus yang ditularkan oleh tuma (louseborne typhus). Dikebanyakan negara penyakit ini bukan sebagai penyakit yang wajib dilaporkan
Pengobatan spesifik: Tetrasiklin dosis tunggal (loading dose), diikuti dengan dosis terbagi setiap hari sampai dengan penderita tidak demam lagi (rata-rata selama 30 jam). Kloramfenikol juga cukup efektif dan hanya diberikan jika ada indikasi kontra pemberian tetrasiklin (lihat seksi I, 9B7 diatas). Jika pengobatan baru dimulai 3 hari setelah sakit maka kemungkinan kambuh kembali besar sekali kecuali jika diberikan segera dosis kedua dengan interval 6 hari. Di Malaysia pemberian doxycycline dosis tunggal (5 mg/kg/BB) cukup efektif jika diberikan pada hari ke tujuh, sedngkan di Pulau Pescadores (Taiwan) diberikan pada hari ke lima. Jika dosis kedua ini diberikn lebih awal dari lima hari diperkirakan dapat terjadi relaps. Azithromycin berhasil baik digunakan pada penderita yang sedang hamil.